Tingkatkan Kompetensi Lulusan Berwawasan Global, STIKOM Bali Angkat Konjen Jepang Sebagai ‘Visiting Professor’

DENPASAR- Ketua STIKOM Bali Dr. Dadang Hermawa mengatakan, pemberian penghargaan kepada konjen Jepang di Denpasar Mr. Noboru Nomura sekaligus mengangkatnya sebagai guru besar tamu STIKOM Bali sebagai penghormatan atas jasa-jasanya telah  memperkenalkan Indonesia, khususnya Bali kepada masyarakat Jepang.  “Mr. Noboru Nomura dua kali bertugas di Bali. Pertama dari April 2003 – September 2006 saat Konjen Jepang di Denpasar masih berstatus kantor cabang Konjen Surabaya. Kedua, pada Maret 2015. Jadi dia banyak berjasa memperkenalkan Bali kepada masyarakat Jepang dan meningkatkan hubungan baik antara Pemerintah Provinsi Bali dengan pemerintah Jepang. Minimal setahun sekali Mr. Noboru Nomura akan kita undang ke STIKOM Bali untuk memberikan kuliah umum sehingga lulusan STIKOM Bali memiliki kompetensi berwawasan global,” kata Dadang Hermawan, usai memberikan penghargaan tersebut, Senin (29/02/2016) di STIKOM Bali, Renon, Denpasar.
 
Hadir dalam acara ini, selain Dadang Hermawan adalah Prof. Dr. I Made Bandem, MA (Pembina Yayasan Widya Dharma Santhi (WDS) – Induk STIKOM Bali), Drs. IB Dharmadiaksa, M.Si., Ak (Ketua Yayasan WDS), I Made Sarjana, SE, MM (Kepala Pusat Kerja Sama dan Pemasaran), Pembantu Ketua (PK) I I Made Adi Purwantara, ST, M.Kom,  PK II Ni Luh Putri Srinadi, SE, MM.Kom, PK III IB Suradarma, SE, M.Si, Kepala Penelitian & Pengabdian Masyarakat (P2M) Candra Ahmadi, ST, MT, dan Kepala Sekretariat Ni Wayan Deriani, SE, M.Kom., serta Prof. IGP Wirawan, Ph.D (sahabat Nomura).

Terhadap penghargaan tersebut Nomura mengatakan, akan berusaha memberikan sumbangan pemikiran kepada STIKOM Bali guna menjalin kerja sama dengan perguruan tinggi Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di Jepang. “Tapi kedatangan saya di STIKOM Bali kali ini mungkin pertama dan terakhir karena per 31 Maret nanti saya ditarik ke Kementerian Luar Negeri Jepang di Tokyo. Walaupun saya di Tokyo, saya berusaha untuk membantu sebisa mungkin,” kata Noboru Nomura dalam Bahasa Indonesia yang fasih. Maklum dia lama di Indonesia bahkan menyelesaikan kuliahnya di UI Jakarta. Jangan kaget kalau dia bergelar “Drs”. Sebelum menyatakan kesiapannya membantu STIKOM Bali, dia banyak bertanya tentang pendidikan tinggi di Indonesia dan STIKOM Bali. Misalnya, apa beda sekolah tinggi, isntitut dan universitas. Apa saja jurusan di STIKOM Bali, jumlah mahasiswanya berapa dan datang dari mana saja dan lulusannya berkerja di mana saja. “Hal-hal ini penting saya tahu supaya kalau ada lembaga atau orang di Jepang bertanya saya bisa jawab dan rekomendasikan ke STIKOM Bali,” kata Nomura, sambil menyebut beberapa hari lalu sempat baca di media STIKOM Bali memberikan beasiswa sampai Rp 2 miliar.
 
Setelah mendapat penjelasan dari Dadang Hermawan, Prof. Made Bandem dan  Ida Bagus Dharmadiaksa,  Nomura menyarankan STIKOM Bali mengawali menjalin kerja sama dulu dengan college of technology setingkat Diploma-3 di Jepang karena prosesnya lebih mudah. Setelah tamat D-3 mereka bisa kerja dulu lalu melanjutkan ke S-1. “Kalau D-3 langsung ke bidangnya dan begitu tamat langsung dicari orang. Cuma, masalahnya orang Indonesia mengaggap lulusan D-3 itu rendah. Padahal di Jepang justru itu yang mencetak tenaga-tenaga professional, salah satunya dalam bidang komputer,” kata Nomura. Nomura juga memberi masukan kepada STIKOM Bali agar memotivasi para mahasiswa terbiasa membuka website Konjen Jepang Denpasar atau Kedutaan Besar Jepang di Jakarta. “Tiap  tahun ada 2 kali test, di Jakarta dan di Bali untuk masuk universitas di Jepang dengan beasiswa dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Olah Raga, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Jepang,” tuturnya.
 
Pusat Studi Jepang
Pada kesempatan itu Dadang Hermawan mengatakan ke depan STIKOM Bali membuka Pusat Studi Jepang sebagai langkah awal berkolaborasi dengan Jepang mengembangkan TIK dan seni. “Karena itu kami perlu jalin kerja sama dengan perguruan tinggi TIK di Jepang,” kata Dadang. Prof. Bandem menambahkan, Pusat Studi Jepang ini sejalan Bali Cross Culture Program, yang dikembangkan di STIKOM Bali dengan tujuan menampung mahasiswa asing yang ingin belajar TIK dan seni budaya Bali.  “Jadi mereka datang belajar TIK selama 3 – 6 bulan, melihat langsung kehidupan seni budaya Bali dan diaplikasikan dalam TIK,” kata Prof. Bandem. (*)